Selasa, 31 Januari 2012

PENUTUP

Debur ombak pantai Senggigi mempesona dua insan yang tak bosan-bosan melepas suasana senja di pinggir pantai. Mereka sibuk menimbun tubuhnya dengan pasir putih yang terasa hangat sore itu. Yang pria mengenakan kaos putih bergambar suasana tepi pantai yang sengaja dibelinya di sebuah kios tidak jauh dari tempatnya menginap di Lombok. Yang perempuan terlihat lebih berhati-hati menggerakkan tubuhnya. Seperti
ada benda berharga yang selalu dibawanya kemana-mana. Ia tak ingin benda itu jatuh ataupun terluka.
Menjelang matahari terbenam, keduanya duduk beralaskan tikar yang digelar di dekat sebuah timbunan pasir mirip kastil mungil hasil karya mereka.
Santi menyandarkan kepalanya di bahu Anto. Tak bosan-bosan dirinya menikmati kehangatan pelukan suaminya yang seolah baru dikenalnya. Santi memejamkan mata. Hari-hari yang telah dilaluinya bersama Anto berkelebat di kepalanya. Ia segera menepis semuanya. Ia telah memulai babak baru dalam hidupnya. Setelah potongan-potongan puzzle yang tak kunjung lengkap akhirnya menemukan bentuknya masing-masing. Terangkai menjadi sebuah gambar yang tak pernah ia duga sebelumnya. Sebuah mozaik kehidupan yang terbuat dari kaca beraneka warna dengan beragam goresan di dalamnya.
Kala warna langit makin menua, kedua insan tadi masih saja bercakap-cakap sambil menikmati air kelapa muda yang disajikan dalam wadah aslinya.
“Kenapa sih pake rahasia-rahasiaan segala…,” ucap lelaki yang tak bosan-bosan menatap wajah perempuan di hadapannya. Baginya, sang perempuan adalah jelmaan bidadari yang hadir menemaninya untuk berlibur melepas lelah di Lombok. Wajahnya selalu membawa kedamaian di hati sang lelaki. Rambut sebahunya menampakkan kepraktisan ala perempuan masa kini. Sorot tajam matanya seolah telaga yang tak pernah kering airnya.
“Bukan merahasiakan, hanya ingin buat kejutan aja. Katanya suka…”
Anto mendehem perlahan. Ia merasa sebagian pasir yang menyelimuti kaki telanjangnya tertelan sebagian. Menggelitik tenggorokannya yang tak kunjung selesai menghembuskan nafas cinta yang dirasakannya saat ini. Kejadian seminggu yang lalu, kala Santi tiba-tiba muncul di tempat kerjanya adalah hadiah terindah bagi dunianya yang kian hari kian sepi. Santi memeluknya haru di depan seluruh anak buahnya. Hanya Anto dan Santi yang dapat memaknai pelukan penuh arti itu. Anak buahnya hanya tahu bahwa Santi hadir kala itu untuk menyampaikan sebuah ucapan selamat yang istimewa dengan datang langsung ke kantornya. Mereka tidak perlu tahu. Cukup hatinya dan hati Santi yang bicara. Mewakili seluruh gelora perasaan yang hadir saat itu.
“Suka sih…sama kejutan. Tapi kalau jantung copot gimana…”
“Ganti aja pakai jantung ikan!”
“Biar bisa berenang di…”
“Stop ngegombal!”
Anto dan Santi tertawa bersama.
Hari-hari Anto yang hilang bersama Santi tertebus sudah. Surat dari Ratri yang ditujukan untuk Santi telah berhasil menjawab kegelisahan Santi dan memanggil kembali hatinya yang telah meringkuk dalam kelamnya luka.
Sebuah surat yang hingga kini masih tersimpan rapi di dalam kotak mungil berwarna merah jambu dengan hiasan pita diatasnya. Surat yang disampaikan dengan indah oleh Budi, yang ternyata adalah sepupu Ratri. Sebuah lingkaran yang telah diatur oleh Yang Maha Kuasa untuknya.
Santi yang kusayangi,
Terima kasih untuk kedatanganmu ke rumahku waktu itu. Perkenalan kita terbilang singkat. Kita mungkin memang ditakdirkan untuk bertemu agar semua yang kita rasa benar selama ini terlihat sebagaimana yang seharusnya.
Aku telah berlaku tidak adil terhadapmu dan Anto. Menabur kebencian di hati kalian. Menggali kesalahan demi kesalahan yang akhirnya menghancurkan diriku sendiri. Kalau aku boleh memilih, aku ingin dilahirkan dengan segenap keberanian seperti dirimu. Tegar menghadapi masa lalu dan kemelut rumah tangga sendiri tanpa harus menyalahkan keadaan dan orang lain. Bukan pengecut yang berpura-pura bahagia sementara sesungguhnya ia sedang menunggu kehidupan orang lain menjadi kering, meranggas dan akhirnya binasa.
Budi pasti sudah bercerita padamu bahwa pernikahanku dengan Anto bukanlah berdasarkan cinta sejati. Budi juga aku minta menceritakan sebagian kisahku dan Anto yang selama ini aku tutupi darimu. Kamu tahu mengapa aku melakukan ini semua. Ya, karena aku pengecut.
Santi,
Pandanglah hidupmu ke depan. Anggap kejadian demi kejadian yang telah kau lalui selama ini sebagai bagian dari melodi yang hanya dirimu yang mengerti bagaimana mengakhirinya menjadi sebuah nyanyian yang indah.
“Ehm…ehm…”
Suara Anto membuatnya terkejut. Membuyarkan lamunannya tentang kalimat demi kalimat yang tertulis di dalam surat Ratri untuknya.
“Boleh tanya ngga?” Anto berbicara sambil menyentuh perut Santi yagn sudah mulai kelihatan membuncit.
“Ngga, ga boleh…” jawab Santi menggoda.
“Ya udah, ngga apa-apa, aku pulang duluan aja”
“Heyy…apaan sih kok jadi sensi gitu,” Santi merengut manja.
“Sensi laah…dikerjain melulu sama ibu hamil,” sahut Anto sambil mencubit hidung Santi.
Bulan mulai bangun dari peraduannya. Mengingatkan matahari untuk berhenti bermain-main di langit. Tirai senja sengaja digelar agar setiap orang dapat menikmati pergantian tugas raja dan ratu langit itu.
Anto menggamit tangan istrinya, membantunya bangkit dari tikar yang mereka pasang sebagai alas duduk. 
“Mau tanya apa sih?” ujar Santi memasang tampang serius.
“Mau tau aja, kenapa sih istriku yang cantik ini memilih Lombok sebagai tempat berlibur?”
Santi melingkarkan tangannya ke pinggang Anto, tersenyum penuh arti, lalu berbisik,”Karena pantainya indah…”
Sekilas Santi memandang deretan kata di akhir surat Ratri untuknya di batas cakrawala senja kala itu…
Wirendra suka denganmu. Ia mengatakannya padaku. Aku bilang kita berdua akan selalu mendoakan kebaikan untuk Om Anto dan Tante Santi. Ia mengangguk.
Aku berharap di suatu waktu di kala senja, kau akan mengingat wajah kami berdua…
Salam kami,
Ratri & Wirendra

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar